Medium (Chapter 2)

Chapter 02–Sepupu Tercinta

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

Inspired by Master’s Sun (K-drama), The Conjuring (Hollywood Movie), The Sixth Sense (Hollywood Movie) & American Horror Story (TV Series)

Warning: AU, OC & OOC

“Namamu Gin, kan?” Akira mencoba bertanya dengan perlahan.

Anak laki-laki itu memandangnya datar, sehingga membuatnya merasa tak enak.  Sakura yang menyodorkan kopi untuk Sakumo hanya menggeleng pelan melihat tingkah laku Gin.  Sakumo tersenyum pada Gin.

“Tidak apa-apa. Dia nanti yang akan mengurus segala keperluanmu.” Katanya dengan lembut.

Arigatou gozaimasu, Ojiichan.

Sakumo mengangguk senang.  “Akhirnya aku memiliki dua cucu.”

“Aku Akira dan ini adikku, Sakura.”

Yoroshiku onegaishimasu.” Katanya.

Akira tersenyum, keadaan yang kaku sudah agak mencair walaupun dalam hati ia masih merasa was-was melihat wanita yang sejak tadi mengamatinya.  “Anggap saja rumah sendiri.”

“Nah, karena urusanku sudah selesai lebih baik aku pergi.” Katanya setelah meneguk kopi yang disuguhkan Sakura sampai habis.  “Gin,  jaga dirimu baik-baik dan jadilah anak yang baik.”

Haik, Ojiichan.” Katanya.

Medium

“Bukannya aku tidak senang, tapi aku tidak mengerti mengapa ayah tirimu begitu misterius.” Ungkap Sakura sambil menaruh gelas kotor di bak cuci.

“Yah, seperti itulah.” Balasnya sambil membaca buku kesehatan ibu dan anak.  Ia ingin tahu pertumbuhan Gin saat ia masih bayi.  Setelah ia melahirkan Hikaru, ia tidak pernah tahu ada buku seperti ini, karena sebulan setelah itu Kakashi memasukkannya ke rumah sakit jiwa.

“Maka dari itu kau terpesona pada anaknya juga?” Sakura menggodanya sambil memakaikan sarung tangan karet, bersiap untuk menyuci piring yang kotor.  “Bagimu dia sama-sama misterius, bukan?”

Akira angkat bahu lalu kembali membuka halaman pertama buku itu.  Dibacanya nama yang tertera di buku itu.

Nama Ibu: Tanaka Hanare

“Hanare?” Akira mengernyit.

“Eh, ada apa?” Sakura menghentikan kegiatannya dan memandang Akira penuh tanya.

Akira angkat bahu.  “Sepertinya aku pernah bertemu ibu Gin.”

Sakura mengernyit. “Gin no Okaasan?

“Yah mungkin.  Aku tidak terlalu ingat, tapi Kakashi dulu pernah membawanya ke rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama.” Jelasnya sambil mengingat-ingat.

Sakura melanjutkan lagi pekerjaannya.  “Yah, mungkin seperti itu.  Oya, apa saja yang dikatakan Ojisan padamu?”

“Katanya dia harap aku bisa mencari tahu tentang ibunya Gin.  Setelahnya ia tidak mengatakan apa-apa lagi.”

Ponsel Akira yang berada di sakunya bergetar.  Cepat-cepat ia menjawab telepon itu. “Moshi-moshi? Oh, Gaara…. baiklah, akan kuambilkan…. pesta?  Boleh saja.”

“Pekerjaan?” kata Sakura setelah melirik Akira yang baru saja menutup percakapan telepon itu.

“Ya,” angguknya.  “Aku harus pergi.  Gaara memintaku menemaninya ke pesta pertunangan putri dari kolega bisnisnya.”

Medium

Akira menyodorkan jas hitam yang baru diambilnya dari Laundry ke atas meja Gaara.  Sepupunya itu terlihat masih sibuk bercakap-cakap lewat telepon.  Tak lama kemudian ia pun menutup teleponnya dan memandangi Akira dari atas ke bawah untuk menilai Akira.  Wanita itu hanya mengenakan gaun tanpa lengan berwarna kuning dengan blazer cokelat dan high-heels kuning yang serasi dengan gaunnya.

“Cukup bagus.” Komentarnya.

Akira memutar bola matanya bosan.  Gaara pun dengan cepat berganti pakaian dengan jas yang tadi dibawanya dan keduanya pun bersiap akan berangkat menuju pesta.  “Pesta di kediaman Hyuuga, bukan?”

Gaara terkekeh.  “Sepertinya, kau tidak menyukainya.”

Akira mendengus kesal sambil memutar kemudi untuk berbelok ke kiri setelah traffic light berubah berwarna hijau.  “Aku tidak menyukai pesta, karena yang datang dua kali lipat dari jumlah orang yang hadir.  Aku tidak menyukai kediaman Hyuuga, karena di sana ada Hyuuga Hiashi yang jelas-jelas membenciku.”

Gaara tertawa.  “Bagaimana bisa?”

“Dia pikir aku membuat perjodohan Kakashi dengan putrinya batal.  Oh, aku jadi ingin tahu siapa yang menjadi tunangan Hyuuga Hime-sama.

Gaara meliriknya sebentar.  “Kau bisa melihatnya nanti.”

“Seperti biasa, selalu ramai.” Katanya begitu melihat banyak sekali mobil dan orang-orang yang berjaga di depan gerbang.

Akira menghentikan mobilnya di depan pintu menuju ruangan dimana pesta dilaksanakan.  Setelah keluar dari mobilnya, ia menyerahkan kunci pada salah satu pengawal yang berjaga di depan pintu dan masuk bersama Gaara.  Akira mendengus kesal begitu ia melihat ada begitu banyak orang sedang sibuk mengobrol dan makan di ruangan itu.

“Akira,”

Akira setengah terkejut begitu seseorang menepuk pundaknya dari belakang.  “Itachi-san?

“Tidak menyangka kita bertemu di sini.”

“Oh ya, aku ke sini bersama bosku.” Katanya dengan sedikit canggung.

Gaara yang mendengarnya langsung mendelik.  “Kau ini bicara apa?  Dia sepupu sekaligus asistenku.”

“Merangkap supir pribadi.” Tambah Akira mencoba berkelakar.

“Oh,” angguknya sambil tertawa.  “Aku Uchiha Itachi dari Akatsuki Corp.”

“Gaara.  Sabaku Inc.” Katanya menyebut nama perusahaan elektroniknya sambil menjabat tangan Itachi.

Suara dengung speaker membuat seluruh perhatian tertuju pada panggung dimana Hyuuga Hiashi berdiri.  “Terima kasih kepada para tamu undangan yang sudah meluangkan waktunya untuk datang ke acara pertunangan putriku, Hyuuga Hinata dengan Hatake Kakashi dari Hatake Group.”

Mata Akira membulat terkejut begitu melihat mantan suaminya berada di atas panggung sambil menggandeng gadis berambut gelap itu.  Rasanya ia tak bisa mempercayai penglihatannya sendiri.  Hatake Kakashi tersenyum pada gadis itu.  Senyum yang bahkan tak pernah ditujukan pada Akira sendiri.

Medium

Akira meneguk beberapa gelas lemon tea yang tersedia di sana.  Gaara yang melihat tingkah wanita itu hanya menggeleng sambil meneguk minumannya sendiri.  Pria itu makin terperangah begitu melihat Akira mengambil banyak makanan untuk dihabiskannya.

“Hei, kau akan membuat orang berpikir dirimu tidak makan selama bertahun-tahun.” Tegur Gaara.

“Masa bodoh!” katanya sambil meneguk lemon tea.

Gaara mendengus.  “Oh… dan lihatlah.” Katanya sambil menunjuk gelas-gelas yang telah kosong itu.  “Lemon tea tidak beralkohol, tapi dilihat dari bagaimana cara kau meminumnya semua orang akan berpikir lemon tea ini beralkohol.”

Akira lagi-lagi mengabaikan ucapan Gaara dan mengunyah dengan lahap.  “Jarang-jarang aku bisa makan banyak seperti ini.  Kesempatan seperti ini jangan dilewatkan.” Katanya lagi dengan mulut penuh makanan.

“Akira, kau datang juga?” Sakura yang memakai gaun merah maroon dengan blazer merah gelap dan sepatu dengan warna yang sama menyapanya.  Gaara yang melihat kedua gadis itu langsung mendengus dan mengatai mereka ‘si kembar yang sama saja’ begitu melihat apa yang dikenakan mereka.

“Apa yang kau lakukan di sini?” serunya setengah terkejut.

“Aku diundang kemari juga.   Kau ingat?  Aku salah satu model untuk iklan produk terbaru mereka.” Jelasnya.

“Lalu Gin?”

“Sakumo Jisan yang menjaganya di rumah.”

“Oh.” Gumam Akira dengan pandangan sendu.

“Akira-san,” suara seorang gadis membuat Akira tersedak.  Cepat-cepat Gaara menyodorkan gelas yang tak jauh berada di depannya.

Setelah menelan makanannya dan memastikan dirinya bernapas dengan teratur, Akira berbalik dan menghadap  gadis yang tadi memanggilnya itu.  “Oh, Hinata-san dan… Kakashi?” katanya sambil mengangkat alis melihat keduanya.

Daijoubuka?” gadis itu memandangnya dengan cemas.

“Hm, daijoubu.” Katanya sambil mengangguk.  “Oh, selamat untuk kalian berdua.  Aku tidak menyangka sama sekali, bosku tiba-tiba menyuruhku untuk mengantar jasnya dari Laundry dan mengajakku ke pesta yang meriah ini.”

“Sepupu!” tegur Gaara dengan geram, yang langsung diabaikan Akira.

“Oh,” gumam Hinata dengan wajah tak enak.

Melihat wajah Hinata yang berubah muram Akira cepat-cepat berkata, “Jangan khawatirkan kami.  Kami benar-benar sudah berakhir dengan cara baik-baik.  Kau tenang saja, Kakashi pasti akan menjagamu dengan baik, benar kan,  Kakashi?”

Kakashi lagi-lagi memandangnya tajam.  Akira yang tetap memasang wajah datarnya dalam hati begitu sakit melihat tatapan Kakashi yang seperti itu padanya.  Cepat-cepat ia alihkan pandangannya pada Hinata dan membalas senyuman gadis manis itu.

“Oya, dan ini saudara kembarku.  Haruno Sakura.”

“Oh, aku tidak tahu kau memiliki saudara kembar Sakura.” Kata Hinata dengan lembut.

Sakura mengibaskan tangannya.  “Panjang ceritanya.” Katanya sambil melirik Kakashi dengan pandangan tak suka.

“Hatake-san,” Itachi yang berada tak jauh dari sana menyapa Kakashi sambil menjabat tangan pria itu.  “Selamat.  Pertemuan sebelumnya kita belum berkenalan.  Uchiha Itachi.”

Aa, kekasih Akira.” Katanya dengan mata yang menyipit tajam.

Itachi tersenyum tipis.  Ia tidak membantah atau pula meng-iya-kan.  Ia lalu beralih pada Hinata.  “Hyuuga-san, aku turut berduka cita atas meninggalnya sepupumu.”

Hinata yang mendengarnya tersenyum lemah pada Itachi demi kesopanan.  Akira yang baru saja mau mengucapkan bela sungkawanya, tertegun selama beberapa saat begitu melihat seorang pria berambut cokelat panjang dengan serpihan kaca yang menancap di wajah dan tubuhnya berdiri di belakang Hinata.  Tubuh wanita itu bergetar dan rasanya ia begitu sulit untuk bernapas selama beberapa saat.

“Akira, kau tidak apa-apa?” Itachi yang merangkulkan tangannya di sekeliling tubuh Akira membuat wanita itu tersadar bahwa tubuhnya oleng dan hampir terjatuh.

“Aku tidak apa-apa.” Katanya sambil memaksakan diri tersenyum.  “Mungkin karena kelelahan.”

“Oh, kau bisa beristirahat di salah satu kamar rumah ini.” Tawar Hinata.

“Dia benar.” Kata Sakura.  “Kau harus beristirahat sejenak.”

Medium

“Kau merasakannya, bukan?” kata Akira begitu membuang aspirin yang diberikan Hinata tadi ke toilet.

Sakura mengangguk.  “Telingaku berdengung sedikit keras tadi.” Jawabnya sambil menggosok telinga kanannya.  “Apa yang kau lihat?”

“Entahlah.  Sepertinya pria ini mengikuti Hinata.  Terakhir kulihat dia berada di belakang gadis itu.”

“Aku akan menyelinap dan berkeliling sebentar.” Kata Sakura.  “Kau tetaplah di sini.”

Akira mengangguk.  Setelah pintu di depannya tertutup, wanita itu langsung merebahkan dirinya di tempat tidur dengan pikiran berkecamuk.

“Kau mencintai Kakashi, bukan?” sebuah suara membuat Akira terduduk tegak.

“Hanare-san,” katanya begitu meyakinkan diri bahwa yang berada di hadapannya adalah teman Kakashi, sekaligus ibu dari Gin.  Entah mengapa, Akira yakin sekali bahwa Gin adalah putra Kakashi begitu pertama kali melihatnya. “Apa yang kau lakukan di sini?”

“Bolehkah aku meminjam tubuhmu?”

Akira menarik napas terkejut.  “Aku tidak bisa melakukan itu.” Kata Akira dengan tegas.  Seingatnya, hanya Sakura yang sering kerasukan dan itu dikarenakan wanita itu terlalu sering meminum obat tidur dan minum sake.

Hanare melayang dengan mendekat pada Akira.  “Aku ingin memeluk putraku.”

Medium

Hatake Kakashi memandang hujan gerimis yang mulai turun dengan pandangan kosong.  Pikirannya kacau sekali saat ini.  Terutama begitu melihat kedekatan Akira dengan kekasihnya.  Rasanya ia ingin sekali menghajar pria yang berani menyentuh Akira-nya.

Kakashi mengerjap. “Ada apa denganku?” gumamnya tak percaya akan pemikiran itu.  Ia dan Akira sudah berakhir lima tahun lalu.

Akira sakit dan ia tidak bisa terus bersama wanita yang berusaha membunuh anak mereka sendiri.  Bayang-bayang saat Akira membawa Hikaru ke atap gedung rumah sakit membuatnya mengambil tindakan dengan memasukan Akira ke asylum. Wanita itu sejak dulu tak berubah, tetap terjebak dalam halusinasi panjang yang membuat dirinya dapat membahayakan orang-orang disekitarnya.

“Terima kasih,” suara seorang wanita terdengar begitu salah seorang penjaga di depan membukakan pintunya.  Kakashi memandang ke arah sumber suara dan melihat Akira tersenyum pada pria yang membukakannya pintu.

Kakashi mengernyit.  Ada yang aneh dengan Akira.  Tak lama kemudian mobil taksi itu pun berlalu.  Pria berambut perak itu beranjak dan memerintahkan salah satu penjaga itu untuk membawa mobilnya.

Medium

“Akira, kau sudah pulang.” Kata Sakumo begitu melihat wanita itu berlari dan memeluk Gin dengan erat.  Sakumo selama beberapa saat hanya tertegun dengan heran.

“Oh Gin,” katanya.  “Betapa aku ingin memelukmu selama ini.”

“Akira-san,” kata Gin dengan separo tak mengerti memandang Sakumo meminta pertolongan.

Sakumo yang berusaha melerai mereka terpaksa tidak melakukannya begitu suara bel terdengar.  Cepat-cepat ia membukakan pintu dan terkejut mendapati putranya berada di sana.

“Kakashi,”

“Jadi kau selalu pergi ke sini, Otousama?” ucap Kakashi sambil menahan dirinya untuk marah.

“Bagaimana kau tahu rumah ini?”

“Aku ingin bertemu Akira.” Katanya sambil menerobos masuk.  Sakumo yang berusaha menghentikannya akhirnya menyerah begitu Kakashi melihat Akira yang masih tidak melepaskan Gin.  Gin yang melihat Kakashi sedikit membelalakkan matanya.

“Ojiichan, siapa Ojisan itu?” tanyanya pada Sakumo.  Sakumo tidak menjawab dan hanya menghela napas.

Akira melepaskan pelukkannya dan menoleh.  “Kakashi,” katanya dengan suara lembut.

Kakashi yang melihat Gin, selama beberapa saat tidak bisa berkata apa-apa.  Ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi di sini.  Dilihatnya Akira berdiri dan tersenyum padanya dengan penuh kerinduan dan cinta.

“Ini aku, Hanare.  Dan… ini, Gin.” Katanya.  “Anak kita.”

“Berhenti bermain-main Akira!” katanya dengan geram.  Ia lalu memandang Sakumo dengan marah.  “Permainan apa yang sebenarnya sedang Otousama mainkan?”

Sakumo masih mematung.  “Mebuki tidak mengatakan hal ini sebelumnya padaku.” Gumamnya pada dirinya sendiri.

Kakashi melangkah dengan gusar mendekati Akira dan mengguncangkan tubuh wanita itu.  “Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan, hah?  Kau ingin menghancurkan pertunanganku dengan Hinata, begitu?”

Tak berapa lama Kakashi menyentuh Akira, wanita itu sudah terjatuh tak sadarkan diri.

Medium

“Ah maaf aku terlambat.” Akira mengambil tempat duduk di sebelah Hinata yang berhadapan langsung dengan Sakura.  “Gaara membuatku tertahan lebih lama di kantornya.”

“Tak apa, Akira-san.” Katanya dengan senyum lembut.  “Jadi, apa yang sebetulnya ingin kalian bicarakan denganku?”

Akira membatin dengan meringis.  Kenapa Kakashi harus bertunangan dengan gadis ini.  Gadis ini terlalu lembut untuk Kakashi yang agak keras, dingin dan terkadang datar.  Tapi, benarkah Kakashi akan seperti itu pada gadis ini?  Melihat senyum Kakashi pada Hinata kemarin, ia bahkan ragu.

“Um… kudengar dari Itachi, kakak sepupumu meninggal.  Aku turut berduka cita.” Katanya.

“Oh… ya,” gumam Hinata.  Ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah sedih.  “Oya, kudengar dari Sakura kau cepat-cepat pulang karena anak angkatmu membutuhkanmu.”

Akira mengerjapkan matanya dan memandang Sakura.  “Oh benar.” Katanya dengan cepat setelah melihat Sakura mengangguk kecil tanpa Hinata ketahui.  “Namanya Gin.  Kemarin aku harus mencari beberapa dokumen miliknya untuk sekolahnya yang baru.”

“Begitu?” gumamnya dengan lembut.

“Um… begini Hinata,” Sakura memulai.  “kami memintamu bertemu di sini adalah karena kami ingin bertanya suatu hal tentang Neji.”

“Neji-Niisan?” katanya dengan separo heran.

“Apa dia memilikisuatu urusan yang belum selesai di sini?”

Hinata mengernyit.  “Aku tidak tahu.  Mengapa kalian bertanya?”

Kedua wanita itu saling pandang dan memutuskan lebih baik mereka menutupi hal itu.  “Bolehkah kami melihat-lihat kamarnya?”

Hinata terdiam.  “Eh ya, tentu.” Katanya separo ragu.  Ia tidak mengerti mengapa mereka begitu ingin melihat kamar kakak sepupunya.

Medium

Hinata mempersilahkan kedua kakak-beradik kembar itu masuk ke dalam kamar kakak almarhum sepupunya itu.  Ia mengamati dalam diam bagaimana tingkah kedua wanita yang baru dikenalnya selama beberapa waktu yang lalu memandang dengan penuh selidik.  Ia tak mengerti, apa yang diinginkan mereka.

“Ini kamar Neji Oniisama.  Jadi, maukah kalian memberitahuku ada apa sebenarnya?”

Sakura memandang Hinata sesaat dan merasakan dingin yang membekukan tulang itu menyergapnya selama beberapa saat.  Tak lama kemudian ia memeluk dirinya sendiri dan merasakan rasa sakit yang melingkupi perasaannya.  Rasa sakit untuk cinta yang terpendam.

Akira yang melihat Sakura menangis menghampiri gadis itu dan mengusap bahunya pelan.  “Kau sudah menemukannya?”

Sakura mengangguk.  Hinata yang tak mengerti memandang Akira. “Apa yang sebenarnya terjadi?”

Akira mengangkat tangannya menyuruh Hinata diam.  “Dimana?”

Sakura menggeleng.  “Aku tak tahu.”

Akira menghela napas, “Hinata,”

“Y-ya?”

“Apa kau tahu dimana tempat Neji menyimpan barang berharganya?”

Hinata terlihat berpikir, namun ia menggeleng pelan beberapa saat kemudian.  “Maafkan aku, aku tak tahu.”

Akira mengangguk.  “Bisa kalian berdua meninggalkanku sendiri di sini?”

Hinata terlihat heran.  “Akira-san, apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?”

Akira tersenyum tipis sambil memikirkan jawaban untuk pertanyaan Hinata.  “Aku berjanji, setelah selesai aku akan mengatakannya padamu.”

Medium

“Bagaimana dengan sekolahmu?” tanya Sakumo saat ia menjemput Gin di sekolahnya yang baru.

Gin mengangguk.  “Yah, tidak terlalu buruk.”

“Kau sudah mendapatkan klub yang kau senangi?”

Gin mengangguk.  “Aku ditawari masuk dalam tim basket mereka.” Katanya.

Sakumo tersenyum penuh arti.  “Kau benar-benar mirip Kakashi.”

“Eh?” Gin mengernyit mendengarnya.  Sakumo  tetap tersenyum misterius.

Gin mengalihkan pandangannya ke arah jalan di luar.  Menyadari bahwa ia tak akan pulang ke rumah, ia bertanya pada Sakumo.  “Bukankah Ojiisan akan mengantarku pulang?”

“Ya, kau benar.” Jawab pria tua itu dengan santai.  “Tapi, sebelum itu aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”

Gin hanya diam dan menunggu sampai mobil mereka memasuki sebuah gerbang besar yang dijaga dua orang keamanan.  Gin memandang keluar ketika mobil yang ditumpanginya mengitari sebuah kolam ikan yang dihiasi air mancur yang besar di tengahnya.  Gin memandangnya setengah kagum.

Mobil pun berhenti di depan teras yang terdapat pintu ganda besar.  Gin memandang rumah itu yang bergaya Greek revival dengan terbelalak.  Sakumo yang melihat Gin seperti itu hanya tersenyum menahan geli.

“Rumah siapa ini, Ojiichan?” tanyanya.

“Ini rumahku.” Jawab Sakumo sambil terkekeh geli melihat Gin.  “Ayo!”

Mereka lalu turun dari mobil dan melangkah ke dalam rumah besar itu yang di sambut beberapa maid berpakaian hitam dan putih.  Mereka mengangguk hormat pada Sakumo yang dibalas Sakumo dengan anggukan sekilas.

“Sakumo-sama,”

“Oh, Shion.” Katanya. “Bagaimana Hikaru?”

“Dia sedang berada di halaman belakang, bermain bersama Taruho.”

“Terima kasih.  Oya, ini Gin.  Sekarang ia sudah menjadi bagian keluarga ini.”

“Oh, selamat datang Gin-sama.” Sapa Shion.

Gin mengangguk dengan kikuk.  Sakumo lalu mengajak Gin ke halaman belakang, dimana suasana Jepang begitu kental, terlihat dari arsitektur rumah itu yang begitu unik.

“Ojiichan,” seruan anak laki-laki kecil membuat pandangan Gin beralih.  Dilihatnya Sakumo yang tengah menggendong anak laki-laki kecil.

“Hikaru, lihat siapa yang aku bawa kemari.”

Anak laki-laki kecil bermata onyx itu memandang Gin penasaran.

“Dia adalah kakakmu.”

Oniichan?

Medium

Hinata menunggu dengan wajah cemas.  Apa sih yang dilakukan Akira di dalam sana? Batinnya berulang-ulang.

Suara pintu terbuka membuat Hinata langsung berdiri dengan tegak dan memandang ke arah pintu dengan penasaran.  “Akira-san?”

Akira mengerjap sesaat dan tersenyum lembut pada Hinata.  “Hinata-san, maaf sudah sedikit lancang.  Aku menemukan buku harian Hyuuga Neji.”

“Eh?” Hinata sedikit terkejut mendengarnya.  “Kau menggeledah kamar Neji Oniisama?”

Akira menggeleng.  “Neji yang memberitahuku.”

“Neji… Oniisama?  Kau mengenalnya?”

Akira menggeleng.  “Aku tidak mengenalnya.  Aku pertama kali melihatnya saat pesta pertunanganmu dengan Kakashi.”

“Eh?” Hinata memandang kedua kakak-beradik kembar itu bergantian. “Aku tidak mengerti.”

“Hinata, Neji sebetulnya begitu mencintaimu.”

“A… apa?”

“Hinata-san, aku yakin kau tidak akan mempercayai kata-kata yang kami ucapkan. Mungkin, saja pula Kakashi akan mengatakan padamu bahwa kami gila, tapi yang sebenarnya terjadi adalah aku memang bisa melihat arwah Neji saat pertunanganmu.”

Hinata menegang di tempatnya berdiri. “Apa? Bagaimana mungkin?”

“Bacalah Hinata-san,” Akira menyodorkan sebuah buku bersampul cokelat yang terlihat usang. “Hyuuga Neji-san hanya ingin perasaannya padamu tersampaikan.”

Hinata meraih buku harian itu dengan cepat dan mengusap permukaan sampulnya dengan begitu mata berkaca-kaca.

“Aku tak peduli kau mempercayai kami atau tidak, tapi percayalah bahwa perasaan Neji-san padamu adalah nyata.”

Medium

“Tolong berbelok ke kiri setelah traffic light.”

“Oke,” jawabnya sambil menghentian mobil berwarna merah itu begitu lampu traffic light berubah warna menjadi merah.  “Ke rumah Yamanaka, huh?”

“Ya, aku sehabis mengalami hal-hal seperti tadi selalu pergi ke tempatnya.”

“Apa Yamanaka tahu?”

Sakura mengangguk.  “Sejak berkenalan dengannya, aku sudah memberitahunya.”

“Kau beruntung, mendapatkan teman baik seperti Yamanaka dan Sasuke yang begitu peduli padamu.” Katanya.  “Jadi, ada masalah apa sampai-sampai Yamanaka memintamu datang ke apartemennya pada jam seperti ini?”

Sakura angkat bahu sambil melirik jam di dashboard yang menunjukkan pukul sebelas malam.  “Lebih baik berbelok di sana.” Kata Sakura.

“Kenapa?” tanya Akira.  “Bukankah lebih baik berbelok di tikungan berikutnya?”

Sakura menggeleng.  “Entahlah, mungkin aku berharap kau melihat sesuatu yang menyebabkan telingaku berdengung.”

Akira angkat bahu dan membelokkan mobilnya perlahan dan melambatkan laju mobilnya.  Ia tidak ingin sesuatu yang dimaksud Sakura membuatnya mencelakakan mereka berdua.  Terlebih lagi mobil yang ia gunakan saat ini adalah mobil Gaara.

“Uh…” Sakura menggosok telinganya dengan tak nyaman.

Akira meliriknya sejenak dan menjalankan mobil SUV’s merah tua itu melewati gadis pirang yang tengah mengayuh sepedanya dengan pelan.  Akira melirik gadis yang tengah bersepeda itu dari kaca spion mobil sambil mengernyit begitu melihat darah di kepalanya.  Tak lama kemudian sebuah kendaraan bermotor lewat dan membuat gadis yang tengah menaiki sepeda itu jatuh.

Akira dengan tiba-tiba mengerem mobil dan menyebabkan pengendara bermotor yang lewat menyerempet mobil dan terjatuh.  Sakura terpekik kaget dan memandang Akira dengan pamik.  Akira yang awalnya merasa bersalah, menjadi lebih tenang begitu orang itu bangun dan memukul kap depan mobil dengan emosi.

Akira turun.  “Maaf, aku baru saja melihat seorang gadis jatuh dari sepedanya di belakang.  Kau melihatnya?”

Pria pengendara bermotor itu memandangnya dengan tajam. “Apa maksudmu?  Kau ingin bermain-main denganku?”

Akira angkat bahu.  “Aku bisa mengganti kerugiannya jika kau mau.”  Akira merobek secarik note di dashboard dan menulis alamat e-mail-nya. “Kirim nomor rekeningmu padaku, nanti akan kuganti.”

Pria itu berdecih dan memandang Akira merendahkan.  “Aku tidak butuh itu.” Katanya.  “Tapi, mungkin semalam penuh di ranjang cukup sebagai bayarannya.”

Akira menyeringai.  “Tentu saja, tampan.” Balasnya.

Pria itu mengambil kertas itu dan pergi sambil melayangkan pandangan kurang ajar pada Akira.  Akira menghela napas dan masuk ke dalam mobil, dan memperhatikan Sakura yang memandang marah ke arah pria tadi pergi.

“Ada apa?”

“Aku akan membalasnya.” Kata Sakura dengan geram.  “Pria seperti itu memang harus diberi pelajaran.”

Akira tersenyum penuh arti sambil memasang sabuk pengamannya.  “Ya, kita akan membalasnya.”

To be continue…

1 responses to “Medium (Chapter 2)

  1. whaaat?? Kakashi playboy?!
    Unbeliveble…
    Lumayan bkin merinding nieh ma aksi si kembar.
    Lanjutanya mana min?

Tinggalkan komentar