Picture of You

Disclaimer: J. K. Rowling and Hachiko

 

Fanfic ini terinspirasi dari film-nya.  Entah kenapa… film berasa lebih banyak celahnya untuk mengembangkan imajinasi.

 

Setting: Tahun ke-6 Draco

 

 

“Mum, aku pergi.  Jaga diri Mum baik-baik.” Ucap gadis itu.  Mata safirnya menyipit saat menatap ibunya dengan senyum merekah di wajahnya.  Ibunya menatap gadis itu cemas.  Ia tahu bahwa dunia tempat anaknya belajar ini sekarang sedang tidak aman.  Yah, walaupun ia memang seorang muggle tulen, tentu saja dia tidak akan melewatkan satu pun hal yang berhubungan dengan dunia gadis kecilnya yang kini mulai beranjak dewasa.

 

“Seharusnya aku yang mengatakan itu.  Kau… berhati-hatilah Clear.  Dan kabari aku begitu kau sudah sampai!” Ucap wanita itu.

 

“Tentu saja.  Aku akan sering-sering mengirimi Mum surat.” Janjinya.

 

“Baiklah.” Ia memeluk Clear sekilas.  “Pergilah!  Sebentar lagi keretamu berangkat.”

 

“Mum hati-hati!  Katakan pada Tousan, aku akan belajar lagi pada liburan Natal.”

 

Wanita itu mengangguk.  Clear mengeratkan cengkeramannya pada troli dan menunggu beberapa orang melewati peron 9 dan peron 10.  Menarik nafas dalam-dalam, ia mulai mendorong troli dan menembus dinding kokoh peron 9 dan 10 di stasiun King’s Cross.

 

Setelah ia berhenti, ia mendengar suara peluit kereta api dan beberapa orang tua yang meneriaki anak-anak mereka.  Pelan-pelan ia mendorong troli ke arah petugas di Peron 9 ¾, meminta bantuan untuk mengangkat barang-barangnya.

 

Setelah terbebas dari bebannya, gadis itu mencari kompartemen yang kosong untuknya.  Namun, ia tidak menemukan satu pun, terlebih lagi dia tidak akrab dengan siapa pun selama 6 tahun bersekolah di Hogwarts.  Ia hanya mengenal teman sekamarnya dan Luna Lovegood di asramanya.  Dan tahun kemarin, ia mendapat banyak teman lewat Dumbledore’s Army.

 

“Clear!”

 

Uh, panjang umur.  Baru saja Clear memikirkannya, gadis itu sudah muncul di di hadapannya sambil memegangi tumpukan The Quibbler.  “Luna!” sapanya.

 

“Hai, kau mau The Quibbler?” Luna menyodorkan satu dari tumpukan majalah itu ke arahnya.

 

“Tentu saja.” Jawab Clear, ia mengambil satu majalah itu dan mulai membuka-buka halamannya.

 

“Bagaimana liburanmu?  Menyenangkan?” tanya gadis itu.

 

“Ya.  Tou… maksudku, Dad mengajariku banyak hal selama liburan.” Ujarnya.  “Yah, itu liburan pertamaku di Jepang.” Pandangannya menerawang. Ibunya dan orang Jepang itu menikah lima bulan lalu, dan selama liburan musim panas, ia diajari tentang adat dan kebudayaan orang Jepang.  Bahkan di ajari olahraga Kendo.  Benar-benar membuatnya lumayan kewalahan menanggapi ayah tirinya yang kelewat antusias.

 

“Oh, bagus.  Lalu, apa saja yang kau lakukan selama di Jepang?” Luna terlihat tertarik dengan liburan Clear.

 

“Yah… belajar olahraga Kendo.  Sepertinya Dad ingin aku menjadi seorang Samurai.” Komentarnya sambil tertawa garing.

 

Luna mengernyit.  “Apa itu Samurai?”

 

“Yah… seseorang yang bertarung dengan pedang.  Semacam itulah.” Jawabnya.  Luna hanya ber-oh ria.

 

“Luna, apa kabar?” seru seorang gadis yang seanggkatan dengan Luna.  Clear memperhatikan gadis itu.  Berambut merah dan cantik.  Oh, Weasley.  Tentu saja, si gadis Weasley itu sangat populer di sekolah.  Siapa yang tidak tahu gadis berambut merah selain dirinya  itu?  Dan kini di sebelah gadis itu ada Dean Thomas.

 

“Hei Ginny!  Kau mau The Quibbler?” tawar Luna.

 

Ginny terlihat ragu.  “Oh.. tentu saja.” Ia mengambil satu lalu menatap mata Clear.  “Oh, hai Clear!” sapanya.

 

“Hai Ginny!” jawab Clear.   “Baiklah, aku harus mencari kompartemen untuk duduk.  Sampai jumpa.” Ia berbalik untuk melanjutkan perjalanan.

 

BRUK!

 

Clear dapat merasakan sesuatu yang keras menghantam bahunya.  Berpegangan pada jendela kompartemen yang baru ia lalui, berharap ia tidak jatuh. Ssmatanya dengan cepat mencari apa penyebab benturan di bahunya itu.  Dan ia menelan ludah, menatap seseorang dengan mata kelabu menatapnya tajam.  Draco Malfoy.

 

Cepat-cepat ia menegakkan tubuhnya.  Lalu ia membungkukkan badan berulang-ulang, seperti orang Jepang asli.  Ternyata pelajaran dari Ayahnya, kini melekat kuat.  “Maaf!  Aku benar-benar tidak sengaja.”

 

Orang itu menatapnya dengan pandangan menusuk.  “Berhenti bertingkah konyol, Radfield!” suara dingin membentaknya.  Clear diam.  Bahkan bergerak sedikit pun ia tak berani.  Dan orang itu kemudian melaluinya yang masih terbengong.

 

Malfoy menyebut namanya?

 

Dan seulas senyum gembira terpeta di wajahnya.  Malfoy tahu namanya.  Nama belakangnya.  Baginya, itu sudah sangat cukup.  Karena selama lima tahun, belajar di kelas yang sama, Malfoy tak pernah melirik atau bahkan menyebut namanya.  Dan tentu saja gadis itu merasa senang.  Dan di dalam penglihatannya, dunianya berubah sepuluh kali lebih indah dari biasanya.

 

*Picture of You*

 

Clear menatap hamparan luas kastil Hogwarts yang menjulang tinggi di salah satu menara favoritnya.  Menara yang jarang sekali di lewati orang-orang.  Sangat sepi.  Maka dari itu ia memilih untuk menyanyikan sebuah lagu agar tidak merasa kesepian.  Sebuah lagu ceria yang cukup untuk menghangatkan suasana yang suram dan dingin.

 

Sesekali gadis itu terbayang wajah seseorang yang selalu ia perhatikan sejak ia masuk Hogwarts.  Dan ia membayangkan dirinya sendiri dan berandai-andai.  Apa yang akan ia lakukan jika ia sejak awal masuk Slytherin dan bukan Revenclaw?  Lalu bertemu dengan pemuda itu setiap hari.

 

Apa yang akan ia lakukan jika Malfoy dekat dengannya?  Menjadi temannya?  Akrab dengannya?  Apa yang akan ia lakukan?  Apakah rasanya akan seperti ini?  Merasakan senang dan kesakitan di waktu yang sama.

 

Selama Clear bernyanyi, ia tidak menyadari, bahwa di menara itu seseorang yang bersembunyi di balik pilar tersenyum sambil memejamkan matanya.  Mendengarkan dan menghayati lagu yang ia nyanyikan.  Dan orang itu tersenyum dan jatuh ke dalam tidur yang damai.

 

*Picture of You*

 

Udara musim gugur membuatnya merapatkan jaket hijaunya.  Ia suka semua musim.  Musim panas yang hangat, musim semi yang indah musim gugur yang menyenangkan dan musim dingin yang beku namun menyenangkan untuk bermain dengan butiran-butiran putih dan dingin.

 

Setelah seharian ia berada di Hogsmade untuk sekedar menikmati butterbeer dan melihat-lihat suasana desa penyihir itu.  Dan kini, kakinya tengah melangkah untuk kembali ke kastil Hogwarts, karena perutnya sudah memprotes dari tadi siang.

 

Dan saat ia tengah asyik berjalan, langkahnya terhenti.  Ia merendahkan tubuhnya sedikit, dan meraup sesuatu yang ia temukan di tanah.  Seekor burung kecil berwarna seputih salju, tengah terluka.  Ia mengangkat burung kecil itu.

 

“Kau terluka?” bisiknya sambil mengusap-ngusap sayap burung itu.  “Aku akan mengobatimu.  Ayo kita pulang!”  ia menegakkan tubuhnya.  “Aku rasa.. aku harus memberimu nama.  Bagaimana jika….” Ia terlihat berpikir.  “Ichi?  Ya, Ichi.  Nama yang bagus.”

 

BRUK!

 

Clear mengeluh dalam hati.  “Maaf  menghalangi jalan.” Ucapnya sambil membungkukkan badan.   Ternyata, kebiasaan yang dipelajarinya di Jepang tidak hilang-hilang.  Gadis itu menegakkan tubuhnya, dan melihat orang yang menabraknya.  “Malfoy!” bisiknya dengan nafas tercekat.

 

Mata kelabu pemuda itu menyipit tajam.  “Apa yang kau lakukan di sini, Radfield?”

 

Clear tersenyum kecil, lalu menunjukkan seekor burung kecil yang ada dalam genggamannya.  “Aku menemukannya terluka di jalan, jadi aku memungutnya.”

 

Pemuda itu menatap burung terluka itu dalam diam.  “Kau… dari desa… sendiri?” tanyanya dengan nada heran.

 

“Ya.” Jawab Clear sambil mengusap-ngusap bulu Ichi.  “Kau akan ke kastil?” pemuda berambut pirang itu mengangguk.  Clear menahan dirinya untuk tersenyum senang melihat Draco memperhatikan Ichi.  “Hmm… kau mau membantuku mengobati Ichi?” tanya Clear.

 

“Ichi?” Draco menatap Clear dengan pandangan tanya.

 

“Nama burung kecil ini.” jawab Clear sambil tersenyum ceria.

 

Draco tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk tersenyum.  “Ichi?  Nama macam apa itu?”

 

“Ichi, dalam bahasa Jepang artinya Satu.” Jawab gadis itu.

 

“Humft… nama yang bagus.” Draco menahan dirinya untuk tertawa saat ini.

 

“Trims.” Jawab gadis itu.  Dan itu membuat Draco bungkam.  “Jadi, kau mau membantuku?”

 

“Uh..oh.. tentu saja.” Jawab Draco.  Entah apa yang terjadi padanya, Draco tidak bisa menolak Clear Radfield.   Dan setelah percakapan kecil itu, keduanya berjalan berdampingan layaknya teman.

 

“Terima kasih.  Er… boleh aku memanggilmu… Draco?” tanya Clear ragu-ragu.

 

Draco terdiam.  Ia mencoba menimbang-nimbang, lalu mengangguk.  “Tentu saja.”

 

“Baiklah.  Mulai sekarang, kau cukup memanggilku Clear.”

 

*Picture of You*

 

Sejak hari itu, Menara di lantai tujuh telah menjadi tempat pertemuan rahasia mereka.  Secara bergantian mereka selalu berada di sana.  Memberi makan Ichi bergantian atau hanya ingin menghirup udara dingin.  Walaupun pertemuan mereka hanya di selimuti oleh keheningan, tanpa mereka sadari mereka telah menikmati saat-saat itu.

 

Dan saat ini. Ketika keduanya bertemu tak sengaja di Hogsmeade pada musim dingin.  Malfoy mengakui dalam hati bahwa ia senang bertemu gadis Revenclaw itu.  Tanpa Crabbe dan Goyle seperti biasanya, ia mengajak gadis itu berkeliling desa.  Tak perlu menggunakan status apakah mereka berpacaran atau teman.  Tapi, bagi mereka, pergi bersama-sama sudah cukup.  Walaupun saat itu, mereka lagi-lagi hanya ditemani keheningan yang panjang.

 

“Draco,” panggil gadis itu sambil sesekali menendang-nendang salju dengan sepatu kets-nya.

 

“Hm?” Draco melirik gadis itu.

 

“Trims.” Ucap gadis itu.  Ia memasukkan tangannya ke saku jaket cokelatnya dan berdiri di depan pemuda itu lalu tersenyum tulus.  “Terima kasih sudah mau menjadi temanku.”

 

Draco hanya diam.  Pemuda yang sehari-harinya hanya mengenakan pakaian hitam dan jas hitam itu mengalihkan matanya ke tempat lain.  Sekarang ini, ia sedang tidak ingin menatap mata safir gadis itu.

 

Menyadari Draco tak akan menjawab perkataannya, ia kemudian menarik tangan pemua itu dan berkata, “Aku rasa kau kelelahan.  Ayo, kita kembali ke kastil!”

 

*Picture of You*

 

“Aku pikir Miss Bell beruntung masih hidup.” Komentar Snape saat melihat kalung itu.

 

“Profesor Snape, Potter meyakini bahwa Mr. Malfoy yang memberikan kalung itu.” Ucap McGonagall, sambil mendelik tajam pada Harry.

 

“Itu tuduhan yang sangat serius.  Apa kau memiliki bukti, Potter?” Profesor Snape memandangnya tajam dengan suaranya yang sedingin es.

 

Harry terdiam  “Aku hanya tahu, Profesor.” Jawabnya.

 

“Profesor, ada apa Anda memanggilku?” Draco Malfoy muncul di belakang ketiga remaja itu, bersama Clear.  Malfoy melirik Trio Gryffindor itu, lalu menatap Profesor McGonagall.

 

“Mr. Malfoy, kemana saja kau sepanjang sore ini?” tanya Profesor McGonagall tajam.

 

Draco menatap Profesor McGonagall dengan datar.  Baru saja ia akan menjawab pertanyaan McGonagall, Clear menjawab pertanyaan itu lebih cepat, “Dia sejak tadi bersamaku.”

 

Harry, Ron dan Hermione menatap Clear kaget.  Clear?  Si gadis Revenclaw yang penyendiri itu?  Dengan Malfoy?  Sepertinya dunia mulai jungkir balik sejak Voldemort diakui eksistensinya lagi.

 

*Picture of You*

 

“Kau sudah kembali?” Clear tersenyum senang saat melihat Draco sedang memberi makan Ichi.

 

“Yeah.  Aku kembali tadi siang.” Jawabnya.  “Bagaimana liburanmu?”

 

Clear tersenyum riang.  “Melelahkan.” Jawabnya.  Namun tidak menghapus senyum diwajahnya.

 

Draco mengernyit heran.  “Bukankah kata ‘melelahkan’ akan membuatmu menekuk wajahmu?”

 

“Tidak.  Biarpun melelahkan tapi menyenangkan kok.” Jawabnya.

 

“Benarkah?” Draco terlihat tertarik.  “Apa saja yang kau lakukan selama liburan?”

 

Dan setelahnya, Clear bercerita panjang lebar tentang liburannya di Jepang.  Dan tahukah kalian?  Bahwa, baru kali ini seorang Draco Malfoy mau repot-repot mendengar cerita seorang gadis.  Dan di tambah bonus dengan senyum dan tanggapan yang lebih terdengar lembut dari biasanya.

 

*Picture of You*

 

Clear menghela nafas.  Ia melirik Draco yang tengah tenggelam dalam pikirannya.  Entah apa yang dipikirkan pemuda itu hingga ia melupakan keberadaan Clear.  Sejak tadi ia memanggil nama pemuda itu, namun sama sekali tak ada sahutan dari Malfoy muda itu.  Menaruh kembali Ichi dalam sangkarnya, ia meremas pelan lengan Draco yang berbalut jas hitam.  Draco menoleh ke arah gadis itu.

 

“Apa yang kau pikirkan?” tanyanya.

 

Draco menggeleng.  “Tidak ada.” Jawabnya sambil menghela nafas lelah.

 

Clear menatapnya cemas.  Mata Draco terlihat sayu dengan lingkaran hitam di sekitar matanya, dan wajahnya jadi bertambah pucat akhir-akhir ini.  “Kau… sakit?” Clear menyentuh pipi Draco.  Draco sedikit tersentak.  Namun, entah mengapa… ia menikmati sentuhan hangat gadis itu.

 

Dengan perlahan tangan Draco bergerak untuk meraih tangan Clear dan menggenggamnya.  Clear dapat merasakan tangan dingin Draco menggenggam tangannya.  Dan dengan gerakan cepat, Draco merangkul Clear ke dalam pelukannya.  Clear tercengang.

 

Apa ini mimpi?  Draco… memeluknya.

 

Sesaat ia hanya diam.  Ia rasakan jantungnya berpacu cepat  Namun tangannya bergerak untuk membalas pelukan Draco.  Ia mengelus bahu itu pelan.  Dan dengan cepat, pemuda itu melepaskannya.  Ia terlihat salah tingkah setelah memeluk Clear.  Clear menatapnya.  Masih dengan pandangan cemas sebelumnya.

 

“Kau baik-baik saja?” tanya Clear.

 

“Aku baik-baik saja.” Jawab Draco.  Cepat-cepat ia alihkan pandangannya ke bawah untuk melihat halaman luas yang membentang itu.

 

“Jika kau terbebani dengan masalahmu…  bicaralah!  Kau akan merasa lebih baik.” Ucapnya.  Draco tidak menjawab.  “Nah, karena sudah larut.  Sebaiknya aku tidur.  Sampai besok, Draco.” Gadis itu pun berlalu.  Ia menolehkan kepalanya saat akan berbelok.  “Jaga kesehatan, Draco!” dan ia pun berlalu.

 

“Trims, Clear.” Bisik Draco, yang sudah jelas tidak akan terdengar Clear.

 

*Picture of You*

 

“Begitu aku datang, dia sudah mati.” Ucap Draco saat mendapati Clear memanang sangkar burung itu dengan pandangan kosong.  Draco menunggu-nunggu reaksi gadis itu.  Memperhatikannya dengan lekat-lekat.  Ia ingin tahu, apakah gadis itu akan menuduhnya macam-macam atau tidak.  Karena sebenarnya dia hanya membawa Ichi untuk masuk ke dalam lemari di kamar kebutuhan.

 

“Begitu?” lirih Clear sedih. “Ya sudah.  Kau mau membantuku untuk menguburnya?” tanya gadis itu.

 

Draco mengerang frustasi mendengarnya.  Ia menarik lengan gadis itu dan membentaknya, “Apa yang kau pikirkan?  Kenapa kau tidak menuduhku macam-macam?  Bukankah aku yang lebih dulu berada di sini?  Kenapa kau tidak menudingku dengan berbagai macam alasan?”

 

Clear membelalak kaget dan ketakutan dengan sikap Draco yang tiba-tiba membentaknya.  “Kau… bicara apa?” balasnya lemah.

 

Draco menghempaskan lengan gadis itu dan menarik lengan jas itu sampai siku dan menunjukkan sesuatu di lengan kirinya pada gadis itu.  Melihat itu, nafas Clear tercekat.  Ia menatap Draco dengan pandangan kaget dan tak percaya.

 

“Akulah yang membuat Ichi mati.  Kau mengerti?” Draco berdiri tegak menatap Clear yang hanya diam dengan wajah pucat.

 

“Tidak mungkin!” Clear menggelengkan kepala.  Ia tidak mau mempercayai bahwa Draco-lah yang membuat Ichi seperti ini. “Tidak.  Itu tidak benar.”

 

“Clear, sadarlah!  Aku adalah seorang pembunuh.” Ucap Draco sambil menekankan kata-katanya. Dan saat itulah, Draco merasa dirinya hancur karena telah membuat gadis itu menangis.  Keduanya terdiam.  Hanya isak tangsi Clear yang menyelimuti keheningan suasana.

 

“Kenapa?” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Draco.  “Kenapa kau tidak percaya aku yang melakukan itu?”

 

Clear hanya terdiam.  Ia kemudian menatap Draco dengan kedua matanya yang jernih itu.  “Karena aku percaya, kau tidak akan menyakitiku.” Ucapnya.  Draco mengerang frustasi.  Ia meninggalkan gadis itu sendirian di sana.  Menuju toilet laki-laki dan mencuci wajahnya dengan ganas di wastafel untuk menyembunyikan air matanya yang jatuh.  Dan saat ia menatap bayangan dirinya di cermin, ia melihat bayangan seseorang di dalam cermin.

 

“Potter!” Ia berbalik dengan cepat dan mengacungkan tongkatnya dengan kilatan marah di matanya.  Dan mantra-mantra kutukan berseliweran di Toilet pria.  Clear muncul di sana untuk mengejar Draco.  Namun yang ia dapati beberapa sinar dari kedua pemuda yang tengah berduel itu.  Hingga salah satu di antaranya mengenainya.  Membuatnya terhempas ke cermin wastafel, hingga cermin itu pecah.

 

Tubuh Clear terhempas ke lantai tak sadarkan diri.  Draco yang melihatnya menjadi murka dan menyerang Harry, “Kau harus membayarnya Potter!  CRUC-“

 

“SECTUMSEMPRA!” Draco kalah cepat.  Ia terhempas dengan tubuh yang tercabik-cabik.

 

*Picture of You*

 

Begitu Draco sadar ia menyerukan sebuah nama, hingga Madam Pomfrey mendesis padanya tajam.  Matron rumah sakit itu menghampiri Draco dan menekan bahu pemuda itu untuk beristirahat.

 

“Dimana Clear?”

 

“SSSHHH! Dia sedang tertidur.” desis Madam Pomfrey sambil melirik Clear yang tengah tertidur.  “Dan kau Mr. Malfoy, jangan ganggu Miss Radfield!  Dia sudah menjagamu sedari tadi.”

 

Draco mengeluh dalam hati.  Ia pun mencoba memejamkan matanya.  Berpura-pura menurut pada perintah Madam Pomfrey yang menyuruhnya untuk tidur.  Ia menajamkan telinganya, mendengar langkah-langkah Madam Pomfrey yang menjauh.  Dan saat terdengar pintu menutup, ia bangkit dari tempat tidurnya.

 

Walaupun ia masih merasakan kulitnya seperti digores, ia menghampiri tempat tidur gadis itu.  Duduk di samping tempat tidurnya.  Memperhatikan wajah damainya yang tengah terlelap.  Draco mengusap pipi gadis itu.  Dan terlihat sebuah perban terbalut di dahi gadis itu. Ia menggeram pelan, saat mengingat kejadian tadi pagi.

 

Namun, sesaat kemudian Draco menggeleng.  “Maafkan aku!” bisiknya.  “Maafkan aku.” Dan setitik beban itu, jatuh dari mata kelabu Draco.

 

*Picture of You*

 

Clear berjalan keluar kelas Transfigurasi.  Ia sudah melepas perban di kepalanya sejak tadi pagi.  Dan ia bersyukur melihat Draco baik-baik saja. Ketika dia akan keluar dari rumah sakit, pemuda itu masih tertidur di atas ranjang rumah sakit.  Dan ketika jam makan siang tiba, Clear tidak akan membuang waktu untuk makan siang.  Ia akan menjenguk Draco.

 

“Clear!” mendengar itu, gadis itu menoleh.

 

“Oh…  Harry!” sapanya nyengir.

 

“Kau baik-baik saja?” tanya Sang Terpilih itu.

 

“Ya.  Madam Pomfrey hebat.  Lukaku sembuh dalam semalam.” Ucapnya sambil memegang sisi kepalanya yang kemarin mengeluarkan darah.

 

Harry mengangguk.  “Aku minta maaf soal kejadian kemarin.” Ucapnya sambil menunduk.

 

Clear tersenyum.  “Tidak apa-apa Harry.  Aku baik-baik saja.”

 

“Syukurlah.  Bagaimana keadaan Malfoy?  Apa dia baik-baik saja?” tanya Harry.

 

“Dia sudah terlihat baik.  Kau tidak perlu cemas Harry.” Ucapnya sambil menepuk bahu pemuda berkaca mata itu.

 

“Begitu?  Er… Clear, ada hubungan apa kau dengan Malfoy?” tanya Harry.

 

Clear terperangah.  Ia lalu tersenyum.  “Kau pasti berpikir aku ada apa-apa dengannya.  Tidak Harry, kami hanya teman.”

 

“Benarkah?”

 

“Ya.”

 

“Lalu, kenapa dia marah sekali saat melihat kau pingsan? ”

 

“Hah?” Clear terperangah.  Ia mematung.

 

Benarkah?

 

“Aku rasa Malfoy menyukaimu Clear.” Ucap Harry.

 

*Picture of You*

 

Clear mendesah kecewa saat ia pergi ke rumah sakit, Madam Pomfrey mengatakan bahwa Draco sudah kembali ke asramanya.  Namun, ia optimis.  Mungkin Draco akan menemuinya lagi di menara lantai tujuh, tempat biasa mereka bertemu.  Namun, Draco tak kunjung datang menemuinya.

 

Ketika di kelas, Draco bersikap seperti biasa, tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya mengenal gadis itu.  Clear yang pantang menyerah, terus saja menunggu.  Untuk menepis kesedihannya, ia menulis dan mengirim surat pada Ibu dan Ayah tirinya.  Mengabarkan pada mereka bahwa dirinya baik-baik saja.  Dan curhat tentang Draco pada Ayahnya dalam tulisan kanji Jepang agar tidak diketahui Ibunya.

 

Setelah dua bulan berlalu, Clear masih tetap menunggu pemuda itu di sana.  Di barengi dengan belajar dan menulis surat untuk Ayahnya.  Tak ada yang tahu bahwa di menara lantai tujuh telah terjadi sebuah kisah, yang mungkin tak diketahui para penghuni Hogwarts.

 

“Clear!” Clear menelan buburnya dan menoleh pada Luna yang menghampirinya.  Gadis itu membawa sebuah paket besar yang dibungkus rapi.  Beberapa orang yang tengah sarapan di aula termasuk Malfoy, menengok ke arah Luna dan Clear.

 

“Ini untukmu.  Dan ini suratnya.” Clear mengambil paket besar itu dan mengambil suratnya.  Membaca nama yang tertera di surat itu, ia tersenyum senang.

 

“Trims Luna!” ucapnya, lalu ngeloyor pergi dengan peketnya itu.  Draco yang duduk di meja Slytherin mengernyit heran.  Ia bangkit dan mengikuti gadis itu.  Ia tidak takut untuk kehilangan jejak gadis itu, karena ia tahu benar kemana gadis itu melangkah.  Ya, ke menara lantai tujuh.

 

Berhenti di balik pilar untuk melihat apa yang tengah dilakukan gadis itu.  Draco berusaha memasang telinganya tajam-tajam.  Gadis itu membuka bungkusan paket dan tersenyum saat mendapati sebuah boneka Anjing jenis Akita yang berukuran besar.  Gadis itu memekik riang dan memeluk boneka itu.

 

Clear mengelus boneka itu perlahan lalu membaca surat itu.  Dan ia makin memekik saat membaca surat itu.  Ayahnya menulis surat untuknya dengan menggunakan bahasa Inggris.

 

 

Dear Sachiko, (Clear mengernyit bingung.  Namun ia melanjutkan saja membaca surat itu.)

 

Apa kau baik-baik saja?

Aku harap kau dalam keadaan baik selalu.  Mendengar ceritamu, aku jadi teringat akan kisah seekor anjing yang sangat setiap pada Tuannya.  Kau mungkin belum pernah mendengar kisah tentang Hachiko.  Dan kisahmu persis seperti Anjing itu. (‘Huh!  Apa-apaan?  Menyamakan aku dengan seekor anjing?’ gerutu Clear dalam hati.)

 

Hachiko adalah seekor anjing yang lahir di Odate, Jepang pada tahun 1923.  Dan Tuannya Dr. Isabura Ueno adalah Profesor di Universitas Tokyo.  Setiap hari selama hidupnya, Hachiko mengantar-jemput tuannya ke stasiun Shibuya.

Hingga suatu hari, Dr. Isabura Ueno tidak pulang lagi untuk selamanya.  Dan Hachiko, tetap kembali ke Stasiun Shibuya setiap hari selama  9 tahun untuk menunggu Tuannya pulang.

Dan … apakah kau menunggu tuanmu, Sachiko?

Hahaha… ternyata, kau sudah besar ya.

Sachiko, kau tidak perlu menunggu.  Tapi, jika kau ingin tetap menunggu.  Itu terserah padamu.

Saat kau pulang, aku akan mengajakmu ke stasiun Shibuya untuk melihat patung Hachiko.  Sampai jumpa, Sachiko.

p.s: Aku memberimu nama Sachiko, karena ketulusan hatimu untuk menunggunya.

Salam sayang,

Sakuragi Shuichi’

 

Clear tidak bisa menahan senyumannya.  Ia memeluk boneka itu.  “Hachiko, sekarang kita akan bersama-sama menunggu.”

 

Clear tidak menyadari bahwa Draco tersenyum menanggapi perkataannya.

 

*Picture of You*

 

Draco berjalan dengan cepat bersama Snape, Bellatrix Lestrange, Fenrir Greyback, Alecto dan Amycus   Carrow menelusuri lorong-lorong Hogwarts.  Ia menyadari bahwa dirinya sangat takut saat ini.  Karena kini tugasnya sudah selesai.  Dumbledore sudah mati, dan kini tinggal menunggu si Potter itu untuk mengambil tindakan bersama teman-temannya.

 

“Draco!” suara panggilan itu bergaung.  Draco menoleh, dan matanya membesar melihat gadis itu berlari ke arahnya.

 

‘Oh tidak!’ keluhnya dalam hati.  Bagaimana pun juga, ia tidak ingin melihat gadis itu terluka.

 

“Pengganggu!” seru Bellatrix gusar. “CRUCIO!”

 

Dan jeritan melengking yang memekakan telinga bergema di lorong itu.  “Dia, biar aku yang urus!” Draco cepat-cepat maju ke arah gadis yang tengah terbaring menahan sakit di sekujur tubuhnya itu.  “Kalian duluanlah!”  serunya.

 

“Draco, keturnan-campuran-kotor itu tidak perlu dikasihani!” seru Bellatrix kejam.

 

“Biar aku yang membersekannya.” Balas Draco dingin.

 

“Baiklah.  Kau cepatlah ke bawah.” Sergah Snape.  Rombongan pelahap maut itu pun pergi meninggalkan Draco.

 

Draco terdiam.  Ia mengulurkan tangannya, membantu gadis itu berdiri.  “Kau baik-baik saja?” tanyanya.

 

Clear terdiam.  Ia mencengkeram lengan Draco.  “Aku mohon!  Jangan pergi!” pintanya.

 

“Tidak bisa.  Aku sudah dipanggil oleh Pangeran Kegelapan.  Aku harus pergi.” Ucapnya.

 

“Tapi…” Clear meremas tangan Draco.  “Tapi… nanti kau akan terbunuh.” Bisiknya ngeri.  Dan yang paling di benci Draco saat ini sudah terlihat.  Gadis itu menangis.  Menangis lagi karenanya.

 

“Tidak akan.” Draco balas mencengkeram lengan gadis itu.  “Setelah semua ini selesai, aku tidak akan pergi.” Bisiknya.

 

“Tidak!”

 

“Aku janji.” Balas Draco.  Clear terdiam.  “Selama aku belum kembali. Jagalah dirimu baik-baik.  Dan dekat-dekatlah dengan DA, mereka akan melindungimu.” Ucapnya.  Ia mengecup dahi gadis itu, memberinya pelukan sekilas dan pergi.

 

Clear terdiam di tempatnya. Kepalanya tertunduk.  Air matanya terus mengalir di pipinya.  Draco yang baru akan berlari, berhenti.  Mencegah Clear untuk ikut kekacauan yang terjadi di lantai dasar ia berbalik.  Ia mengacungkan tongkatnya ke arah Clear.

 

“Clear, maafkan aku.  STUPEFY!” dan kilat merah mengenai tubuh gadis itu.  Draco menghampiri gadis itu lagi, mengangkat gadis itu.  Membuatnya berada di tempat tersembunyi, lalu menyelimutinya dengan jubahnya.

 

“Aku akan kembali.  Aku janji.”

 

Dan ia, seorang Draco Malfoy.  Pergi menuju kegelapan.  Untuk kembali membawa cahaya pada gadisnya.

 

 

~FIN~

 

Maaf ya, kalo di sini Draco-nya agak out of character banget.  Hehehe… ff western kedua yang parah abis.  Sorry!

Dan Sorry juga, judul sama isi gak nyambung. Abis, bingung sih mau kasih judul apa. He…

Untuk kalian yang udah komen di ff Reuni, makasih banget ya!

 

7 responses to “Picture of You

  1. sungguh ini super duper bikin gw terisak-isak”……
    mudah2an aja draco gk mati kn kasian clear”nya……
    sumpah mellow bgt”bru tau draco ngerasain yg namanya….. “cinta”……..^_^

  2. disini draco baek bgt ma clear hehe.. Lumayan koq ff nya. Request dunk lain kali malfoy ma granger gitu *ngarep.com*

Tinggalkan komentar