Love Story (Chapter 2 of 3)

Summary: Saat Ayane mencari ibunya yang sudah lama meninggalkannya, ia bertemu dengan Murasakibara. Pertemuan itu berlanjut di dua tahun berikutnya saat mereka bersekolah di sekolah yang sama.

Disclaimer : Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi

Warning: Semi-Canon,typo, OOC, & OC.

Inspired by Ningyo Hime – Tanaka Rie (Ending Song Anime: Chobits) & Cactus Secret (Manga by Nana Haruta)

Pair : Murasakibara Atsushi x Watanabe Ayane (OC)

“Tuh dia datang.” Bisik beberapa gadis begitu Ayane mengganti sepatunya dengan uwabaki. Dapat dirasakannya lirikan tajam gadis-gadis itu padanya. Ia menghela napas dan memilih mengabaikan mereka dengan menaruh sepatunya di rak sambil membanting loker sepatunya dan membuat beberapa gadis yang membicarakannya terdiam. Ayane menegakkan kepalanya dan berjalan dengan sedikit angkuh, yang sama sekali tidak seperti dirinya yang biasa.

“Yane-chin,”

“Astaga Atsushi-kun,” Seru Ayane begitu Murasakibara muncul menghadang jalannya. “kau membuatku terkejut”

Murasakibara hanya diam dan sedikit menunduk memandang Ayane yang lebih pendek darinya.

Ayane menghela napas lagi. “Nah, ada apa?”

“Yane-chin berkencan dengan Kise-chin?”

“Hah?” Ayane terbengong mendengarnya.

“Yane-chin berkencan dengan Kise-chin?” ulangnya lagi.

“Tidak.” Kata Ayane. “Aku tidak berkencan dengannya. Mengapa kau menanyakannya?”

“Karena aku tidak suka.”

Ayane memandang Murasakibara heran. Namun akhirnya ia tersenyum, gadis itu merasa bahwa pemuda yang diperlakukannya seperti seorang adik itu tengah cemburu. “Tenang saja, aku tidak akan berkencan dengan Kise-kun.” Katanya sambil menggandeng pemuda jangkung itu untuk ke kelas mereka, sambil mengabaikan bisik-bisik orang-orang yang dilewatinya.

“Yane-chin,”

“Hm?” balasnya masih menggandeng tangan Murasakibara.

“Ayo kita pergi berkencan!”

“Hah?” Ayane terbengong. Tapi, karena merasa Murasakibara hanya asal berucap untuk mengajaknya jalan-jalan, Ayane pun mengangguk. “Yah, tentu saja. Kita pergi kencan hari sabtu nanti.” Katanya dengan geli

Bullying memang terjadi di mana pun, terutama di sekolah. Tapi, Ayane tak menyangka bahwa bullying pun akan terjadi padanya yang selalu berusaha menghindari masalah. Namun, masalah ini berasal dari seorang pemuda yang tinggal di Kanagawa daripada di Akita.

“Kise Ryota,” geramnya sambil memegangi tangannya yang melepuh terkena kuah kare yang sengaja ditumpahkan salah satu siswi di kelasnya saat kelas memasak tadi.

Sakura dan Mika cepat-cepat membawa gadis itu ke klinik sebelum keributan semakin menjadi. Terlebih lagi gadis-gadis itu sudah menaruh rasa iri yang sangat terhadap Ayane.

Daijoubu, Ayane-chan?” Tanya Mika.

Ayane memaksakan dirinya tersenyum sambil mengangguk. Tak berapa lama pintu geser terbuka dan Watanabe Sensei memandang ketiga gadis itu yang balas memandangnya heran.

Sensei yang menjaga klinik hari ini sedang tidak masuk, apa ada yang sakit?” tanyanya datar seperti biasa.

“Ayane-chan terkena kuah kare panas.” Kata Sakura sambil menunjuk tangan Ayane yang memerah.

Watanabe Sensei lalu dengan cepat mengambil kotak obat yang biasa diperlukan saat seseorang terluka. “Watanabe-san biar aku yang tangani, kalian kembalilah ke kelas.” Katanya.

Kedua gadis itu pun pergi dan meninggalkan Ayane dan guru Fisika mereka itu. Ayane memandangi wanita itu setengah takjub. Ia tidak menyangka bisa kembali sedekat ini lagi setelah sekian lamanya.

“Sudah selesai, kau bisa kembali ke kelas.” kata wanita itu setelah membalut luka Ayane dengan perban.

Arigatou…” katanya dengan pandangan sendu pada wanita yang tengah sibuk membereskan peralatannya tadi. “…Okaasan

Watanabe Sensei berhenti bergerak. Lalu tak lama kemudian ia kembali sibuk sendiri. “Murasakibara-kun, tidak perlu bersembunyi di sana lagi!”

Ayane terlonjak dari tempatnya begitu mendapati pemuda bermata sayu itu muncul di balik tirai yang menghalangi pandangannya ke meja di mana Sensei yang menjaga klinik biasa bekerja. Sepertinya karena terlalu sibuk dengan lukanya dan terus memandangi Watanabe Sensei, ia menjadi tak menyadari segala-galanya, bahkan keberadaan Murasakibara.

“Aku ingin menjemput Yane-chin.” Katanya.

“Tentu saja.” Katanya mempersilahkan.

Ayane tersenyum pada Murasakibara. “Arigatou, Atsushi-kun.”

Ayane memandang pantulan diirinya di cermin. Dress tanpa lengan berwarna cream lembut dengan cardigan ungu. Mungkin itu cukup untuk istilah kencan. Yah, tidak ada salahnya menemani Murasakibara jalan-jalan. Setidaknya itu mengusir stress-nya yang selama seminggu terakhir diteror oleh fans Kise.

Tak lupa juga ia mengambil tas yang terisi penuh dengan makanan ringan, walau sebetulnya ia tak boleh memakan banyak makanan ringan untuk menjaga berat badannya. Tapi untuk sekali ini tak ada salahnya untuk makan sedikit lebih banyak, tambahnya dalam hati.

Sambil berlari keluar ia mulai memakai sepatu kets-nya dan membuka pintu. Namun, tak disangkanyaseseorang telah berdiri di sana dan hendak menekan bel apartemennya.

Miss Glynne,” kata pria asing bersetelan jas hitam itu dalam bahasa dan logat Inggris yang kental. “Mr. Glynne ingin bertemu dengan anda.”

I’m sorry John,” balasnya setengah menggeram dalam hati. “aku harus pergi sekarang.”

“Tapi Miss,”

“Katakan aku sedang sibuk.” Ayane mengunci pintunya dan cepat-cepat pergi.

Miss Glynne,” panggil pria itu. Ayane tetap berjalan dan berusaha mengabaikan pria itu. “Miss Patricia Glynne,”

Ayane tetap berlari sampai akhirnya ketika di tikungan setelah keluar dari gedung apartemennya ia menabrak sesuatu yang keras dan membuatnya hampir terjungkal ke belakang. Namun, sebuah tangan besar dan hangat mendekap punggungnya sehingga tubuhnya merapat pada sesuatu yang ditabraknya tadi.

Ayane yang merasakan tangan hangat itu membungkus tubuhnya memandang sebuah t-shirt berwarna putih yang berada di depan wajahnya itu dan mendongak. Dilihatnya Murasakibara menunduk memandangnya yang lebih pendek tiga puluh senti darinya.

“Kenapa Yane-chin berlari?” Tanya pemuda itu dengan nada polosnya dan mata sayu yang selalu membuat Ayane tidak tahan untuk mengusap kepala ungu itu.

“Atsushi-kun,” katanya setengah lega. “Kenapa kau ada di sini?”

“Aku ingin menjemput Yane-chin.”

Tak berapa lama pria yang mengejar Ayane datang dengan berlari. “Miss Glynne,”

“Sudah kukatakan, aku harus pergi sekarang.” Kata Ayane dengan keras sambil menggandeng lengan Murasakibara. “Ayo Atsushi-kun!”

“Tapi Miss Glynne,”

“Hee? Apa?” kali ini Murasakibara menoleh dengan terganggu sambil memandang pria itu.

Pria asing itu meneguk ludah melihat pandangan Murasakibara yang menusuk padanya. Merasa ini waktu yang tidak tepat, akhirnya ia membiarkan keduanya pergi.

“Siapa orang tadi Yane-chin?”

“Hanya pegawai ayahku.” Balas Ayane tanpa minat, sambil menggigit stick yang dilapisi cokelat itu. Kali ini mereka tengah duduk di bawah pohon Maple yang biasa digunakan orang-orang untuk berpiknik di taman itu, setelah dua jam mereka bermain di wahana-wahana yang cukup membuat lelah keduanya.

“Kenapa dia mengejar Yane-chin?”

Ayane memandang ke arah lain sambil berpikir. “Yah, aku diminta bertemu dengan ayahku. Tapi, karena aku sudah berjanji denganmu, aku tidak bisa pergi.”

Murasakibara berhenti memakan Umaibō dan memandang Ayane dalam diam.

“Tidak perlu kau pikirkan.” Tambah Ayane cepat-cepat. “Lain kali aku bisa menemuinya atas kemauanku sendiri.”

Murasakibara mengangguk lalu kembali memakan Umaibō-nya. Ayane yang melihat remah-remah Umaibō di suduh bibir pemuda itu hanya tersenyum dan mengusapnya untuk membersihkannya.

“Nah, sudah bersih.” Kata Ayane sambil tersenyum.

Ayane baru saja akan menarik tangannya sampai tiba-tiba Murasakibara menggenggam pergelangan tangannya dan memajukan wajahnya ke wajah gadis itu. Ayane tak mampu bernapas dan juga bergerak saking terkejutnya merasakan lidah hangat pemuda itu menyapu bibirnya.

“Ada cokelat di bibir Yane-chin,” Katanya dengan nada polos itu lagi, dan ia lalu mengecup bibir Ayane sekilas lalu mundur kembali ke tempatnya. “manis.”

Ayane terpaku ditempatnya, memandang wajah Murasakibara yang terlihat biasa saja seakan-akan tak terjadi apa pun dan kembali memakan Umaibō-nya. Bagaimana mungkin pemuda itu terlihat biasa saja sedangkan wajah Ayane kini terasa panas dan berganti warna menjadi merah? Ditambah lagi dengan detak jantungnya yang berdegup cepat.

“Atsushi-kun,”

“Hm?”

“Jangan melakukan itu!” kata Ayane sambil memalingkan muka.

“Kenapa?”

“Itu… itu… yah, tidak seharusnya semua orang kau perlakukan seperti tadi.” Kata Ayane sekenanya.

“Aku hanya melakukannya pada Yane-chin kok.”

Ayane terperanjat lalu memandang Murasakibara tak percaya. “Hanya padaku?”

Murasakibara mengangguk. “Yane-chin seperti boneka, jadi aku selalu ingin menyentuh Yane-chin.”

“Haaah?”

Nee, nee~ kau benar-benar berpacaran dengan Murasakibara-kun?” Tanya Mika dengan penasaran.

“He? Berita dari mana itu?”

“Jadi benar?” kali ini Sakura yang bertanya.

Ayane angkat bahu. “Kami pernah berkencan sih, tapi apa itu yang disebut sebagai pacar?”

“Kalian pernah berkencan?” pekik Mika.

Sakura mendesis menyuruhnya diam. “Oh, ayolah Ayane-chan!” katanya. “Semua orang di sini jelas tahu bahwa Murasakibara-kun menyukaimu.”

“Atsushi-kun menyukaiku?” kata Ayane setengah melamun.

“Kau tidak menyadarinya?” Tanya Mika.

“Oh entahlah, aku tak tahu.” Jawab Ayane sambil bangkit dari tempat duduknya.

“Mau kemana?”

“Ke toilet, kurasa aku perlu mencuci wajahku.”

“Yah…” gerutu keduanya.

Ayane hanya terkikik geli melihat tingkah kedua temannya itu. Baru saja ia melangkah menjauhi kelasnya, tiga orang gadis menghadang jalannya.

“Watanabe, kami ingin bicara denganmu.”

“Jadi, apa yang sebetulnya ingin kalian bicarakan?” tanyanya berusaha mencoba berani. Walaupun sebetulnya ia menahan dirinya untuk menggigil melirik air kolam renang yang berada tak jauh dari belakangnya. Ia pernah nyaris mati tenggelam ketika kecil, dan sejak itu ia menjadi takut melihat air di kolam ataupun di laut.

Tak berapa lama kemudian ketiga gadis itu mulai membahas masalah Kise yang akhir-akhir ini terlihat dekat dengannya. Foto mereka yang tersebar di internet membuat gadis-gadis itu geram. Terlebih lagi baik Kise maupun Ayane menyangkal adanya hubungan khusus diantara keduanya.

“Bukankah aku sudah jelas mengatakannya?” kata Ayane sambil melipat tangan di depan dadanya. “Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Kise Ryota, dan bahkan sampai sekarang aku tak mengerti kenapa kalian mau repot-repot mengurusi kehidupan pribadi si bodoh Kise itu?”

“Apa kau bilang?”

Ups!

Ayane merasa dirinya kelepasan bicara. Seharusnya ia tidak terpancing oleh tingkah laku fans Kise yang ganas.

“Beraninya kau mengatai Kise kami!” jerit salah satu dari mereka.

“Apa peduliku?” balas Ayane dengan keras. Namun, salah satu dari mereka mencengkeram lengan gadis itu. Ayane berusaha menyentakkan tangannya sedangkan salah satu dari ketiga gadis itu mendorongnya dengan kuat, membuat tubuh Ayane terhempas ke belakang dan membentur air kolam yang jernih.

Ayane yang merasakan air mulai menariknya, dengan cepat menggapai-gapai untuk mencapai ke permukaan. Napasnya sudah mulai terasa sesak mendapat serangan mendadak seperti ini. Sambil membatin dalam hati untuk meminta pertolongan pada Kami-sama, ia terus mencoba menggapai permukaan yang terlihat semakin jauh.

Kejadiannya terasa begitu cepat bagi Ayane yang sekarang terbatuk-batuk dengan keras, mulutnya mengeluarkan banyak air yang tertelan tadi. Sambil menarik napas banyak-banyak, ia mengernyitkan dahinya merasakan tenggorokannya yang perih. Ia memandang lurus ke arah bayangan yang sedang menunduk memandangnya.

“Atsushi-kun,” katanya dengan lirih.

Pemuda bersurai ungu itu memandangnya dalam. Dapat dilihatnya pakaian pemuda itu basah kuyub seperti dirinya. Murasakibara… menolongnya?

Murasakibara lalu menyelipkan tangannya di bawah lipatan lutut gadis itu dan juga pundaknya, menggendong Ayane yang tak berdaya. Dengan perlahan pemuda itu membawa Ayane dan memastikan gadis itu baik-baik saja dalam gendongannya.

“Atsushi-kun,” bisik Ayane.

“Hm?”

“Kenapa kau membawaku seperti ini?” Tanya Ayane yang hanya bisa di dengar Murasakibara saja.

Beberapa murid yang berada di lorong sekolah memandang keduanya yang basah kuyub dengan heran. Bahkan beberapa diantar mereka mulai berbisik membicarakan keduanya.

Murasakibara tetap berjalan santai sambil menjawab pertanyaan Ayane dengan nada polosnya yang biasa. “Karena Yane-chin tidak suka kubawa seperti sebelumnya.”

“Oh, begitu…” Ayane tersenyum lemah sambil memejamkan matanya. Hari ini dia merasa lelah. Lelah sekali.

“Kau sudah bangun, Ayane?”

Ayane mengerjapkan matanya, sepasang mata berwarna hitam di balik kacamata memandangnya khawatir.

Watanabe Sensei.

Okaasan,”

“Syukurlah kau tak apa-apa.” Kata wanita itu sambil tersenyum lega.

Okaasan,” seru Ayane sambil terduduk dengan tiba-tiba dan memeluknya sambil menangis tersedu-sedu. “Okaasan…”

“Ssh, aku di sini.” Katanya dengan lembut sambil mengusap punggung putrinya itu.

Setelah merasa Ayane mulai tenang, ia baringkan tubuh gadis itu lagi dan berkata dengan lembut, “Semua baik-baik saja. Istirahatlah lagi.”

Ayane mengangguk dan memandang sekitarnya. “Ini di mana?”

“Ini rumahku,” Jawab Watanabe Sensei dengan lembut. Berbeda sekali dengan nada suaranya yang super datar saat mengajar di kelas. “karena jaraknya lumayan dekat dengan sekolah, aku yang meminta Murasakibara-kun untuk membawamu kemari.”

Ayane mengikuti arah pandangan Watanabe Sensei ke arah sebuah kursi panjang dimana pemuda bersurai ungu yang memakai pakaian olah raganya tertidur dengan pulas. “Atsushi-kun,”

Watanabe Sensei tersenyum. “Dia mengkhawatirkanmu.”

Ayane tersenyum memandang wajah damai Murasakibara. Walau bertingkah seperti anak kecil, Murasakibara cukup tampan untuk ukuran seorang pemuda SMA. Terlebih lagi tak ada  yang bisa mengalahkannya dalam basket. Menyadari pikiran itu, Ayane memalingkan wajahnya yang mulai menghangat.

“Selera yang bagus, Ayane-chan.” Bisik Watanabe Sensei.

Okaasan,” serunya dengan wajah yang semakin memerah.

Watanabe Sensei tertawa kecil dan beranjak dari sampingnya. Namun, Ayane menggenggam tangan wanita itu dan memandangnya. “Okaasan tidak akan meninggalkanku lagi, kan?”

Watanabe Sensei kembali duduk dan mengusap kepala Ayane dengan sayang. “Aku tidak akan kemana-mana. Sekarang, tidurlah.” Katanya sambil mengecup dahi Ayane.

Ayane tersenyum lega dan mulai memejamkan matanya. Sepertinya malam ini ia akan bermimpi indah.

Tsuzuku

Thanks for read. 😀

7 responses to “Love Story (Chapter 2 of 3)

  1. Alinn si ayane di bully sama fans kise dasar yg ngebully krg kerjaan aja -.-a
    Tp atsusi polosnya kbngetan bgt, dia suka kali ya sama ayane
    Bkin gemes aja klakuan atsusi XD
    Akhirnya ayane sama2 lg sama ibunya 🙂

Tinggalkan komentar